Refleksi pemikiran Immanuel Kant; Tuhan Bukan Metafisik


Yang terpenting dalam pengetahuan adalah bagaimana pengetahuan itu mempunyai sifat ilmiah, rasional, dan objektif sehingga semuanya bisa dijangkau oleh penelitian yang bersifat empiris dan objektif. Tidak heran jika konsekuensi logisnya menimbulkan lahirnya ide-ide tentang pembenaran secara rasional yang justifikasinya hanya ditunjukan kepada sesuatu hal-hal bergerak seperti materi air, udara, api yang sifatnya itu fisik maupun materi. Begitupun pengetahuan tentang realitas atau fenomena yang kita saksikan lewat panca indra mengharuskan selalu terjangkau oleh metode ilmiah yang bersifat empiris pula. Lalu bagaimana dengan pengetahuan mengenai objek-objek yang melampui (meta) pengalaman empiris atau indrawi?  Mungkinkah masuk kepada bagian pengetahuan yang bersifat empiris atau objektif? Inilah kira-kira proses berfikir kita yang harus dibangun sebelum melangkah ke pemahaman tentang metafisika.

Metafisika sebenarnya adalah term yang sangat harfiah dan multi interpretasi. Oleh karenanya tidak jarang terkadang sering disalah fahami yang dasarnya metafisika secara historis ada dan mempunyai basis epistimologi sendiri. Mungkin kita sering mendasarkan kepada pemahaman bahwa metafisika sebagaimana umumnya difahami dalam dunia pemikiran filsafat, yaitu tentang pengetahuan yang melampaui (meta) realitas objek (fisik) secara indrawi. Padahal secara historis metafisika ini adalah ilmu yang berawal dari karya Aristoteles yang disusun oleh Andronikos tentang fisik atau filsafat alam yang struktur kajiannya tentang gerak, bentuk, materi, perubahan dan potensialitas. Dari karya itu kemudian karena ditempatkan setelah kajian fisik atau filsafat alam maka dinamakan metafisika. Namun seiring perjalanan pemikiran filsafat kemudian berkembanglah kajian metafisika ini yang sebelumnya hanya gerak, perubahan dan lain-lain maka beralih kepada studi tentang ada, sebab, akibat kesatuan, dan lain sebagainya.

Hal ini berbeda dengan pendapat Immanuel Kant salah satu tokoh filsuf jerman yang paling berpengaruh dalam perjalan filsafat Modern yang terkadang gagasannya mengenai metafisika sering disalah fahami. Immanuel kant mempunyai pemahaman yang khas tentang metafisika itu sendiri. Menurut Dr. Sitorus yang mengutip pemikiran Immanuel Kant mengatakan bahwa metafisika itu adalah pengetahuan yang bersifat pasti dan objektif tentang struktur-struktur apriori yang memungkinkan pengetahuan dalam diri manusia itu sendiri. Kalau penulis tarik konklusinya memang dari sononya, iya selalu ada dalam diri subjek. Oleh karenanya pengetahuan tentang struktur-struktur apriori itulah yang disebut Immanuel Kant adalah metafisika itu sendiri. Jadi tidak heran jika Immanuel Kant sendiri ingin memberikan pendasaran terhadap metafisika untuk bisa sejajar dengan pengetahuan yang bersifat empiris dan sama dengan pengetahun lainnya seperti pengetahuan alam, pengetahuan hukum gravitasi dan lai-lain.

Pengetahuan Tentang Tuhan

Berbicara mengenai Tuhan maka kita harus berani berpikir tentang Tuhan itu sendiri sekalipun terkadang ada tekanan seacara teologis dan bahkan kemustahilan seacara empiris. Karena dalam proses berpikir bukanlah usaha pembenaran atau mencapai kebenaran mutlak, akan tetapi usaha terus-menerus melakukan pengkajian secara kritis sehingga kita mampu dan sejauh mana kita bisa mempertanggungjawabkan argumentasi tentang Tuhan tersebut secara rasional.

Pengetahuan tentang tuhan selalu ada daya tarik tersendiri untuk kita kaji sebab disatu sisi kajian ini tidak pernah lekang oleh waktu dan perkembangan zaman. Dan di sisi lain juga menjadi wacana konstruktif bagi semua kalangan, terutama bagi mereka yang tidak percaya Tuhan karena tidak empiris. Mengapa demikian? Karena peroblematika bagi mereka tentang Tuhan bukanlah wilayah empiris yang bersifat ilmiah, objektif dan rasional melainkan mustahil, anggapan inilah yang menarik perhatian untuk kita kaji.

Tidak jarang kita menemukan literatur bahwa dalam memahami dan mengetahui Tuhan harus dengan pengetahuan, kesimpulannya karena dengan pengetahuan kita dapat membongkar kebuntuan berpikir kita untuk sampai pencapaian yang objektif, namun pernahkah kita berfikir dengan bertolak dari literatur diatas untuk mencari pendasaran filosofis tentang pengetahuan akan Tuhan? Apa pendasaran filosofisnya yaitu apakah kita punya akses pengetahuan tentang Tuhan? Argumentasi diatas masih bisa diperdebatkan, dengan apa yaitu dengan kekuatan berani berfikir kritis. Apakah cukup dengan bermodal berani berfikir kritis? Tentu tidak, karena dalam berfikirpun kita memiliki keterbatasan.

Pengetahuan tentang Tuhan tidak akan pernah final untuk menemukan argumentasi yang logis karena menurut Immanuel kant akal kita hanya mampu mengetahui femomena-fenomena Empiris. Begitupun dengan pendapat Dr. sitorus bahwa pengetahuan itu sendiri mempunyai sifat Empiris dan objektif. Oleh karenanya mendudukkan pengetahuan tentang Tuhan akan berujung pada pemahaman yang nihil jika kita belum mempunyai argumentasi yang cukup tentang pengetahuan akan Tuhan. Kemudian pertanyaan selanjutnya apa argumentasi solutifnya terkait akan keyakinan bahwa Tuhan bukan wilayah pengetahuan? Penulis sangat sepakat dengan apa yang dikatakan Oleh Immanuel Kant bahwa Tuhan itu bukan wilayah pengetahuan akan tetapi wilayah iman. Karena dengan imanlah kita mampu dan cukup kuat dalam memahami Tuhan.

Ditulis oleh : Sareadi, Ketua Biro Kajian dan Wacana Masa Juang 2018/2019, Balapikir KSMW angkatan 2016

Post a Comment

sahabat PMII wajib berkomentar untuk menunjang diskusi di dalam blogger

Lebih baru Lebih lama