Globalisasi dan Sejarah Ekonomi Internasional



Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi tak ada. 
Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke 20 ini yang kemudian dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal, interaksi dan globalisasi dalam hubungan antarbangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad pertengahan, di Eropa muncul kegiatan dagang yang teratur lintas negara, yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang sifatnya korporasi swasta, meski sering kali mendapat dukungan dan bantuan yang besar dari pemerintahannya.  
Pada abad ke-14, di Italia perusahaan-perusahaandagang dan bank-bank memainkan peran penting dalam kegiatan perdagangan ke seluruh dunia. Pada akhir abad ke-14, di Italia, ada sekitar 150 bank yang sudah melakukan kegiatan di berbagai negara. Dalam abad ke -17 dan ke-18 dukungan oleh negara meluas dengan berdirinya perusahaan-perusahaan dagang besar. Fenomena berkembangnya perusahaan McDonald di seluruh pelosok dunia menunjukkan telah terjadinya globalisasi. Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dan ekonomi internasional akan semakin erat.
Tetapi penyebaran industri ke seluruh dunialah, sebagai akibat dari revolusi industri, yang paling dekat dengan perusahaan multinasional di zaman modern. Di sini peranan perusahaan Inggris sebagai perusahaan multinasional pertama penghasil barang pabrik tampak jelas. Namun, konsep model “penanaman modal asing” baru pada 1960 an muncul, bersamaan dengan munculnya istilah MNC (multinational corporation). MNC sudah ada dalam ekonomi dunia setelah pertengahan abad ke-19 dan berdiri kokoh tidak lama sebelum perang dunia I. Kegiatan bisnis internasional tumbuh pesat pada 1920-an ketika perusahaan multinasional benar-benar kuat, tetapi kemudian menurun selama masa depresi tahun 1930-an, hancur lebur karena perang pada 1940-an, dan bangkit kembali setelah tahun 1950.
Sejarah bangsa-bangsa adalah sejarah perang berbasis kepentingan ekonomi. Perang meliputi perang senjata, perang ekonomi, dan perang budaya. Perang senjata adalah perangnya antar negara penjajah dalam memperebutkan daerah jajahan yang kaya sumber daya alam. Perang yang demikian adalah perwujudan dari kerakusan sistem kapitalisme-kolonialisme, akibatnya adalah negara-negara terjajah bangkit rasa nasionalismenya melawan penjajah dan melahirkan negara –negara merdeka, yang lazim disebut negara berkembang.
Lahirnya Kapitalisme Sebagai Sistem Dunia
Kapitalisme sebagai suatu sistem dunia bermula pada akhir abad ke-15. Kapitalisme melahirkan dua bagian yang berbeda tajam, di satu pihak ada sejumlah kecil negara-negara dominan yang memeras, dan di pihak lain, dengan jauh lebih besar negara-negara yang dikuasai dan diperas. Dalam kedua bagian tersebut, tejadi ketergantungan, ketakterpisahan yang mutlak. Penting untuk menekankan, bahwa hal itu benar, baik untuk “kapitalisme modern”, dalam artian sistem kapitalisme masa kini, maupun ketika ia masih merupakan kepitalisme merkantilis dari masa sebelum revolusi industri.
Sementara Schlote, menyatakan bahwa globalisasi berlangsung sejak 1960-an, hal ini telah membantu memperluas jangkauan dalam tiga wilayah. Pertama, konsumerisme yang terhubungkan dengan produk-produk global yang diperluas oleh kapitalisme industri. Kedua, pertumbuhan lembaga-lembaga yang beroperasi dalam lingkup global seperti global banking sehingga memperluas jangkauan modal uang. Ketiga, globalisasi telah mendorong perluasan wilayah yang melibatkan informasi dan komunikasi.
Sejak Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) berdiri pada 1944 serta GATT (sekatang WTO) pada 1947, praktis dunia telah memasuki globalisasi ekonomi, karena masalah pembangunan menjadi tanggung jawab internasional. Bank Dunia mengucurkan dana pinjaman berbunga rendah bagi proyek-proyek pembangunan di berbagai negara untuk memajukan ekonominya, sedangkan IMF memberika pinjaman bagi negara-negara yang mengalami kesulitan dalam neraca pembayaran luar negeri dan GATT berfungsi untuk mengatur perdagangan global.
Pada fase pasca perang dunia II, strategi ekonomi politik dilancarkan AS dan para sekutunya melalui strategi Developmentalisme (pembangunanisme), untuk mengamankan investasi modalnya, kapitalisme internasional memberikan dukungan bagi orang-orang kuat di sejumlah negara dunia ketiga yang berasal dari jajaran militernya. Militer pada zaman ini adalah anak emas yang dibesarkan oleeh kapitalisme dengan tujuan mengamankan investasi modal.
Setelah perang dingin berakhir, komunis runtuh, Uni Sovier pudar dan blok komunisme hancur, secara riil AS menghadapi musuh barunya: negara-negara Eropa. Kelompok politik dan ekonomi ini telah menjadi musuh baru AS, sebab di satu sisi mereka memang mempunyai kemampuan untuk menyaingi AS dalam perdagangan dunia. Di sisi lain, negara-negara Eropa itu telah mulai bergerak menggabungkan negara-negara Eropa Timur ke dalam Uni Eropa setelah negara-negara itu berpindah dari sosialisme ke sistem kapitalisme. Kemudian, AS mengumumkan kelahiran tata dunia baru di bidanf ekonomi untuk membendung hal tersebut, tak lain adalah perdagangan bebas dan pasar bebas. Untuk mewujudkan strateginya ini, AS berupaya untuk memperlemah dan memperlambat gerak pasar bersama Eropa dengan membentuk blok-blok perdagangan baru. Mendirikan NAFTA yang beranggotakan Canada, AS, dan Mexico dan juga membentuk APEC. AS pun dalam hal ini telah sukses menunggangi WTO untuk semakin melicinkan jalannya menguasai ekonomi dunia.
APEC mulai muncul ke permukaan sejak 1989, yang menghimpun 17 negara dari tiga benua; AS, Canada, Mexico, Australia, Selandia Baru, RRC, Jepang, Hongkong, Papua Nugini, Taiwan, Brunei, Malaysia, Indonesia, Singapura, Filiphina, Korea Selatan, dan Thailand. Organisasi ekonomi internasional ini menggabungkan keanggotaan dalam dua kelompok ekonomi besar, yaitu NAFTA yang beranggotakan negara-negara Amerika Utara, dan ASEAN yng beranggotakan negara-negara asia tenggara. Neegara-negara anggota APEC menguasai 40% dari keseluruhan volume perdagangan dunia, sekaligus merupakan pasar yang jumlah konsumennya mencapai lebih dari 1 miliar jiwa. Dari seluruh penjelasan tersebut, tampak bahwa AS telah berhasil menguasia perekonomian dunia menggunakan prinsip-prinsip yang menjadi landasan ekonominya.[1]


[1] Nur Sayyid Santoso Kristeva, 2015, MANIFESTO WACANA KIRI, Yogyakarta: Pustaka pelajar, hlm. 571-599

Post a Comment

sahabat PMII wajib berkomentar untuk menunjang diskusi di dalam blogger

Lebih baru Lebih lama