Politik Berbasiskan Kebencian


Politik itu buruk. Kurang lebih seperti itu mahasiswa baru maupun pelajar tingkat menengah memahami politik. Wajar kalau memang pelajar tingkat menengah maupun mahasiswa baru berkata demikian. Apabila berkaca dari setiap perhelatan politik, baik dari pilpres atau pun hingga pilgub sering kali mempertontonkan banalitas politik negeri kita. Model berpolitiknya pun bermacam-macam,mulai dari politisasi agama, saling menghujat, maupun mempersekusi kelompok lain.

Politik itu sebenarnya seni mengelola kepentingan bersama sehingga terwujud kebahagian bersama. Politik yang baik mencirikan sebuah bangsa yang berbudi luhur. Sementara aktivitas politik yang buruk ialah kebalikannya.

Belakangan ini aktivitas politik negeri kita semakin kesini semakin memburuk. Model berpolitik dengan cara memanipulasi teks agama, maupun dengan menggunakan perang tagar menjadi tren politik saat ini. Salah satu contohnya ialah kasus ahok ketika menjelang pilgub jakarta. pada saat itu agama dijadikan sebagai alat untuk menjatuhkan lawan dengan cara memanipulasi teks agama. Begitu juga sekarang, perang tagar dijadikan sebagai cara untuk menghujat atau bahkan untuk mempersekusi kelompok lain.

Agama itu merupakan sumber etik atau pijakan dasar manusia. Berpolitik dengan berasaskan nilai-nilai agama itu baik seperti halnya agama mengajarkan kejujuran, kerukunan, hingga toleransi. Yang menjadi masalah ialah apabila berpolitik dengan cara memperkosa teks agama demi mencapai kepentingannya sendiri.

Berbeda pilihan calon pemimpin ialah suatu kewajaran. Seperti diatur dalam asas pemilu yaitu bebas, bahwa manusia berhak dan memiliki kebebasan dalam memilih pemimpin tanpa adanya intervensi dari pihak manapun. Namun yang menjadi masalah ialah, ketika terjadi perbedaan pilihan justru menjadikan saling menghujat hingga menghukum orang lain.

Keragaman etnis dan suku di Indonesia menjadi kekayaan tersendiri bagi indonesia. Dalam hal agama saja banyak terdapat aliran-aliran yang masing-masing memiliki kepercayaan. Masing-masing sekte memiliki pola interpretasi teks yang berbeda dan beragam. Banyak tokoh dunia yang menyebut indonesia sebagai negara dengan keragaman yang luar biasa, tetapi masih bisa berdampingan.

Namun apabila kita berkaca pada model-model berpolitik di Indonesia sekarang, bukan tidak mungkin Indonesia akan terpecah belah atau bahkan terjadi permusuhan yang berdampak pada kerusakan negara. Hanya karena beberapa orang yang menginginkan kekuasaan lalu mengobrak abrik kesatuan negara indonesia dengan cara-cara yang buruk. Kelompok pendukung mengecam kelompok lain yang tidak sejalan dengan apa yang dikehendaki suatu kelompok. Sebaliknya yang dikecam pun tidak terima dan melawan kecaman yang dilontarkan oleh kelompok lain.

Hal yang paling ditakutkan saat ini ialah provokasi hingga ujaran kebencian justru mewarnai politik kita. Ditambah dengan cara memanipulasi teks agama sebagai tunggangan berpolitk. Permasalahannya ialah masyarakat kita cenderung menyetujui sebuah tafsir yang telah dicampuri kepentingan politik. Apalagi yang menyebarkan tafsir tersebut ialah tokoh agama. Oleh sebab itu, maka yang seharusnya dilakukan oleh elite agama sekarang tidak ikut campur dalam berpolitk yang sifatnya menghujat atau singkatnya politik yang buruk.

Dalam jangka panjang, Indonesia pun membutuhkan regenerasi tokoh-tokoh politik atau singkatnya kaum muda harus siap dan mampu untuk terjun dalam ranah politik. Namun dengan tetap membawa missi perbaikan politik negara indonesia. Kaum terpelajar seperti mahasiswa harus mampu mempersiapkan dirinya dalam terjun ke ranah politik dan memperbaiki perpolitikan negeri ini. Karena bagaimanapun juga, carut marutnya politik saat ini ialah disebabkan oleh orang-orang tua yang terjun dalam politik. Kiranya sebuah hal yang lucu, apabila perhelatan demokarasi yang hanya untuk memilih pemimpin lima tahunan justru menjadikan perpecahan atau bahkan peperangan agama.[Adi]

Post a Comment

sahabat PMII wajib berkomentar untuk menunjang diskusi di dalam blogger

Lebih baru Lebih lama